Seperti yang kita ketahui masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019 – 2024 akan segera berakhir. Oleh karena itu, pemerintah kembali mengadakan pemilihan umum yang diperkirakan jatuh pada tanggal 14 Februari 2024. Nah, apa itu pemilihan umum? Pemilihan umum adalah suatu proses di mana warga negara memilih perwakilan mereka dalam pemerintahan atau mengambil keputusan tentang isu-isu tertentu melalui hak suara. Pemilihan umum merupakan fondasi demokrasi dan memberikan rakyat kekuasaan untuk memilih pemimpin mereka dan menentukan arah kebijakan. Disisi lain hal ini memberikan ketakutan pada masyarkat akan kebocoran data pemilih.
Pemilihan umum bersifat demokratis. Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana kekuasaan dan pengambilan keputusan ada di tangan rakyat atau warga negara secara langsung atau melalui perwakilan yang mereka pilih. Namun, sebelum pemilihan umum, terdapat Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Indonesia. DPT adalah daftar yang berisi nama-nama warga negara yang memenuhi syarat untuk memberikan suara dalam pemilihan umum.
Bareskim Polri menemukan dugaan kebocoran data pemilihan dalam situs kpu.go.id milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) lewat patroli siber yang dilakukan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber). Saat ini, CSIRT (Computer Security Insident Response Team) sedang berkoordinasi langsung dengan KPU untuk sekaligus melakukan penyelidikan.
Setelah dilakukan penyaringan, ditemukan 204.807.203 data unik. Angka tersebut hampir sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU yang mencapai 204.807.222 pemilih dari 514 Kabupaten dan Kota di Indonesia serta 128 negara perwakilan. Data yang berhasil diakses mencakup informasi pribadi, seperti nomor induk kependudukan (NIK), nomor kartu keluarga (KK), nomor KTP, nomor paspor pemilih di luar negeri, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kode tempat pemungutan suara (TPS).
Adapun, Daftar Pemilih Tetap (DPT) berfungsi sebagai dasar bagi pelaksanaan pemilihan umum, dan pemilih yang terdaftar dalam DPT memiliki hak untuk memberikan suara di TPS yang ditentukan. Dengan adanya DPT, proses pemilihan umum dapat berjalan dengan lebih teratur dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi representatif. Saat ini, KPU meminta bantuan dari Satgas Siber, sekarang yang bekerja BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara). KPU langsung melakukan penelusuran dan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait, termasuk berkoordinasi dengan BSSN untuk memverifikasi sumber data yang diduga telah dibobol itu.
Kebocoran data pemilih sebelum pemilihan umum bisa terjadi karena berbagai alasan, dan ini seringkali merupakan masalah serius yang dapat mengancam integritas dan keamanan proses pemilihan. Beberapa penyebab umum kebocoran data pemilih meliputi:
- Kurangnya keamanan sistem: Jika sistem atau platform yang digunakan untuk menyimpan data pemilih tidak memadai dari segi keamanan, dapat terjadi risiko akses yang tidak sah atau peretasan.
- Kurangnya kesadaran keamanan: Kurangnya kesadaran tentang praktik keamanan digital di antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemilihan atau penyimpanan data dapat meningkatkan risiko kebocoran.
- Serangan siber: Penyusupan oleh peretas atau kelompok siber yang bertujuan untuk mencuri atau menyebarkan data pemilih.
- Ketidakpatuhan terhadap aturan privasi: Jika lembaga atau organisasi yang bertanggung jawab atas data pemilih tidak mematuhi aturan privasi dan keamanan data yang berlaku, risiko kebocoran dapat meningkat.
- Kesalahan manusia: Kesalahan manusia, seperti kehilangan perangkat penyimpanan data atau pengaturan keamanan yang buruk, dapat menyebabkan kebocoran data.
- Ketidakamanan selama transfer data: Jika data pemilih ditransfer melalui jaringan yang tidak aman atau tidak dienkripsi dengan baik, dapat meningkatkan risiko kebocoran selama proses transfer.
Kebocoran data pemilih sebelum pemilihan umum dapat memiliki dampak serius, termasuk potensi penyalahgunaan data, upaya manipulasi pemilihan, atau risiko identitas bagi warga yang terkena dampak. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan keamanan data dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif untuk melindungi informasi pemilih sepanjang proses pemilihan.
Sumber : CNBC Indonesia
Baca juga artikel kita tentang Firli Bahuri Kasus Pemerasan: KPK Abstain?