Hukum dan Risiko Penggunaan Karyawan dalam Perjanjian Pinjaman ke Pinjaman Online

Apa Hukumnya Jika Perusahaan Memakai Karyawan/Pegawainya untuk Meminjam Uang ke Pinjaman Online?

Dalam praktik keuangan yang melibatkan perusahaan dan karyawan, seringkali muncul pertanyaan mengenai legalitas penggunaan karyawan/pegawainya untuk meminjam uang melalui layanan pinjaman online atau pinjaman daring. Artikel ini akan membahas hukum dan risiko yang terkait dengan praktik ini.

Pengertian Praktik Nominee dalam Perjanjian Pinjaman

Praktik perjanjian dengan menggunakan nama pihak lain disebut sebagai “nominee”. Di Indonesia, praktik nominee dilarang dalam beberapa hubungan hukum tertentu, seperti penanaman modal asing dan dalam negeri, yang diatur secara tegas dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”).

Selain itu, praktik nominee juga dilarang dalam kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 jo. Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun, dalam konteks perjanjian pinjam meminjam uang/utang piutang, tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang secara khusus melarang penggunaan nominee. Oleh karena itu, keabsahan perjanjian pinjaman dengan menggunakan nominee harus dinilai berdasarkan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).

Risiko Bagi Karyawan dalam Perjanjian dengan Praktik Nominee

Penting bagi karyawan/pegawai untuk memahami risiko yang terkait dengan perjanjian menggunakan nominee. Jika suatu saat pengusaha/perusahaan tidak mampu membayar angsuran/cicilan pinjaman, maka secara hukum, pihak yang akan dituntut untuk melunasi kewajiban tersebut adalah karyawan yang bersangkutan, bukan pengusaha/perusahaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata, di mana perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya, yaitu karyawan selaku pihak peminjam dan perusahaan fintech sebagai pihak pemberi pinjaman.

Namun, perlu dicatat bahwa jika pengusaha/perusahaan menggunakan identitas para karyawan/pegawainya secara diam-diam atau tanpa persetujuan, tindakan tersebut melanggar larangan yang diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Pasal tersebut menyatakan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik.” Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai pidana penjara dengan hukuman maksimal 8 (delapan) tahun dan/atau denda sebesar Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

Menghindari Risiko dan Mematuhi Hukum

Dalam rangka menghindari risiko dan mematuhi hukum yang berlaku, perusahaan dan karyawan harus menjaga kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku dalam perjanjian pinjaman. Jika terdapat ketidakjelasan atau keraguan mengenai legalitas suatu perjanjian, disarankan untuk mendapatkan nasihat hukum dari ahli yang kompeten dalam bidang tersebut. Kepatuhan terhadap aturan hukum akan menjaga keberlanjutan perjanjian dan melindungi hak dan kewajiban semua pihak yang terlibat.

Kesimpulan

Praktik penggunaan karyawan/pegawainya oleh perusahaan dalam perjanjian pinjaman ke pinjaman online merupakan hal yang harus diperhatikan dengan seksama. Meskipun tidak ada larangan khusus mengenai penggunaan nominee dalam perjanjian pinjaman, risiko hukum dapat timbul bagi karyawan jika pengusaha/perusahaan tidak dapat melunasi kewajiban. Oleh karena itu, penting untuk memahami implikasi hukum dan mematuhi ketentuan yang berlaku. Dengan memperhatikan peraturan hukum dan mengonsultasikan ahli hukum yang berkompeten, dapat membantu mencegah masalah hukum di masa depan dan melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat dalam perjanjian pinjaman tersebut.