Bolehkah Menagih Utang lewat Insta Story? Hukum dan Risikonya

Kasus yang sering viral di media sosial adalah persoalan utang piutang. Dalam ranah hukum perdata, kasus utang piutang diatur secara detail. Namun, ketika penagihan utang dilakukan melalui media sosial dan insta story, apakah itu sah? Artikel ini akan membahas hukum dan risiko penagihan utang melalui media sosial.

Pencemaran Nama Baik dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Dalam hukum Indonesia, ada undang-undang yang melindungi hak asasi manusia, termasuk hak atas nama baik. Pencemaran nama baik termasuk dalam pelanggaran hak asasi manusia dan dianggap sebagai penghinaan atau fitnah tanpa dasar fakta yang kuat. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penghinaan diatur dalam Pasal 310 hingga Pasal 321. Selain itu, UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga mengatur tentang pencemaran nama baik. Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diakses Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dikenai sanksi hukum.

Penentuan Status Pencemaran Nama Baik dalam Konten Media Sosial

Untuk mengetahui apakah tindakan memviralkan utang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran UU ITE atau tidak, pihak penegak hukum dapat merujuk pada Surat Keputusan Bersama No. 229 Tahun 2021, No. 154 Tahun 2021, No. KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu dalam UU No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Surat Keputusan Bersama ini menjelaskan bahwa tindakan memviralkan utang dengan kata-kata penghinaan, cacian, ejekan, atau kata-kata kasar dapat dianggap sebagai pelanggaran Pasal 315 KUHP atas penghinaan ringan. Pelaku tindakan tersebut dapat dikenai pidana penjara maksimal 4 bulan 2 minggu atau denda maksimal Rp 4,5 juta. Namun, jika konten yang ditransmisikan, didistribusikan, atau dibuat dapat diakses berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau kenyataan, maka tindakan tersebut tidak dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Implikasi Hukum dan Risiko Bagi Pelaku Penagihan Utang

Memviralkan utang orang lain di media sosial dengan tujuan mempermalukan pemilik utang dapat berdampak pada batalnya perjanjian. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, perjanjian yang sah harus memenuhi syarat kesepakatan, kecakapan pihak yang membuat perjanjian, pokok persoalan tertentu, dan sebab yang tidak melanggar hukum. Pencemaran nama baik merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga jika dikaitkan dengan Pasal 1320, Pasal 1355, dan Pasal 1337 KUHPerdata, perjanjian memviralkan utang dapat dianggap tidak sah karena melanggar persyaratan “sebab yang halal” dan perjanjian tersebut batal demi hukum.

Selain itu, pelaku penagihan utang melalui media sosial berpotensi menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa nama baiknya tercemar. Pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE telah menimbulkan kontroversi, oleh karena itu, sangat penting untuk berpikir ulang sebelum memviralkan sesuatu di media sosial.

Kesimpulan

Penagihan utang melalui insta story atau media sosial berpotensi melanggar hukum terkait pencemaran nama baik. Dalam kasus tersebut, konten yang ditransmisikan harus diperhatikan dengan cermat untuk menghindari pelanggaran hukum. Penghinaan, cacian, ejekan, atau kata-kata kasar dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang dapat mengakibatkan sanksi pidana. Oleh karena itu, penting untuk memahami konsekuensi hukum dan menghindari tindakan yang dapat merugikan pihak lain. Dalam situasi utang piutang, penyelesaian melalui jalur hukum yang tepat dan mengedepankan etika adalah langkah yang bijaksana untuk menghindari risiko hukum dan menjaga hubungan baik antara pihak yang terlibat.